sumber gambar: Google |
gambar dari google (tiket saya yang harian berjaminan sebelah kiri bawah) |
Setelah mendapat kartu, saya bagikan kepada ibu dan pasangan saya, lalu kami bertiga ke peron untuk menunggu kereta. Setelah kereta tiba, kami masuk gerbong campur alias bukan khusus perempuan. Gerbong khusus perempuan ada di bagian rangkaian kereta paling depan dan paling belakang. Ibu dan pasangan saya duduk, sedangkan saya berdiri bersama pria-pria macho dan tampan lainnya. Saya tiba-tiba ingat peribahasa: Duduk Sama Rendah, Berdiri Sama Tinggi. (SKIP)
suasana dalam gerbong kereta dari Stasiun Rawabuntu |
Saya berangkat dari stasiun sekitar pukul 11.00 WIB. Keadaan di dalam gerbong tidak terlalu ramai namun ga dapat tempat duduk. Yang cewek-cewek aja yang duduk. Yaudah. Nikmati perjalanan, berhenti di beberapa stasiun, terpaan AC menyejukkan perjalanan kemarin siang yang cerah. Sesekali saya melihat diagram rute KRL yang nempel di sisi atap gerbong.
gambar dari google |
Beberapa saran saya yakni adanya satpam di setiap gerbong, penambahan gerbong kereta atau mungkin rangkaian, karena nunggunya menurut saya masih lama. Saya sendiri mengalaminya di pengalaman pertama saya ini. Saya transit di Stasiun Tanah Abang untuk menunggu kereta ke arah Jatinegara. Saya menunggu sekitar 20 menit lebih di peron Stasiun Tanah Abang yang penuh sesak dengan penumpang tujuan lain. Ada yang ke Bogor, Angke, dan ada pula penumpang yang menuju luar kota yakni kereta api Bisnis Fajar Utama Yogyakarta.
Setelah menunggu sekitar 20 menit lebih, tepatnya pukul 11.52 WIB, kereta menuju Jatinegara tiba. Seperti biasa, cewek-cewek duduk, saya kembali
Setelah puas berkeliling Jatinegara, ibu saya membeli duku, kami kemudian kembali menuju Stasiun Jatinegara untuk pulang ke Stasiun Rawabuntu. Saat itu pukul 15.00 WIB. Saya diberi tahu kalau lewat dari jam itu, gerbong bakal penuh sesak. Antar penumpang saling berdempetan seperti ikan kalengan dan cendol. Karena, berbarengan dengan jam pulang kerja karyawan kantoran yang biasanya pukul 17.00 WIB.
peta rute KRL Commuter Line |
Ibu saya melihat kereta yang akan dinaiki dan berkata, "itu kereta kita, yuk buru-buru naik," ujarnya. Kami bertiga lekas menuju kereta itu tapi sempat mampir indomart sebentar buat beli minum. Tadinya mau beli Roti O cuma takut ketinggalan kereta, pasti akan terasa sesak di dada dan pedih kalau tertinggal kereta. Oh iya beli minum di indomart, gantian sama alpamart (bagi-bagi rejeki). Ohya Roti O itu apa ya? kepanjangan O itu apa ya? Orang? Oke? O donat?
Saat mau menyeberang rel, pak satpam menahan kami bertiga karena ada kereta lewat. Dan kereta yang lewat itu berhenti tepat di depan kami sehingga menghalangi langkah kami menggapai kereta arah Stasiun Tanah Abang. Kami pun panik dan sempat galau sembari menggigit duku yang tadi dibeli ibu saya.
Lalu saya pun punya ide menembus gerbong kereta! ya menembus gerbong seperti sulap-sulap itu. Pintu kereta yang entah arahnya kemana dan berhenti di depan kami terbuka, kami mohon izin pak satpam untuk menembus kereta itu kayak sulap dan menuju kereta kami. Ternyata berhasil. Kereta itu berhasil kami tembus dengan sempurna. Lalu kami langsung masuk gerbong kereta tujuan Tanah Abang dengan wajah ceria gembira dan penuh haru (sambil memegang dada dan mengusap-usap gerbong kereta dan dilihatin penumpang lain). Karena masih sepi, saya sempat duduk. Namun tak berapa lama, ada orangtua yang membutuhkan kursi, saya berdiri dan memberikan tempat duduk saya beserta sandarannya ke orangtua itu.
Nah ada kejadian yang bikin saya prihatin dengan penumpang kereta. Ada anak-anak usia SMP atau SMA yang tidak memberikan tempat duduk bagi orangtua nenek-nenek dan kakek-kakek dengan tongkat. Padahal jelas-jelas ada stiker di kaca gerbong yang meminta penumpang memberikan kursi kepada yang lebih membutuhkan. Saya menjadi gemas dan ingin kembali mengigit duku hingga bijinya, tapi tidak jadi karena bijinya duku itu pahit!
Tak hanya itu, ada pula penumpang yang hendak naik kereta namun tidak mempersilakan penumpang yang di dalam gerbong untuk keluar lebih dulu jadi memaksa masuk. Luar biasa! Menurut saya kurang tertib dan tidak sabaran banget yah. Tapi mungkin itu semua sudah menjadi pemandangan biasa bagi para penumpang KRL sehari-hari.
Oh iya, saya juga merasakan laju kereta pas berangkat agak lambat dibanding saat pulang. Karena dari Stasiun Jatinegara lalu transit di Stasiun Tanah Abang itu terasa keretanya nge-gas dan cepat (arah pulang). Tiba di Stasiun Rawabuntu, saya kemudian mencari embak-embak loket dan mengembalikan kartu tiket. Ternyata berbeda embak-embaknya sudah berubah jadi mas-mas. Saya kemudian diberi uang Rp 30 ribu. Berarti tadi bertiga Rp 70 ribu ya? Seorang kena Rp 23 ribu sekian. Belum ditambah parkir motor jadi nyaris Rp 30 ribu untuk satu hari perjalanan pulang pergi dengan KRL. Mahal juga saya pikir. Sebab dengan Rp 30 ribu itu saya dapat 3 liter bensin kerang super dan bisa dipakai untuk 3 hari. Mungkin inilah alasan orang-orang masih enggan ke transportasi umum.
Jadi saya memutuskan kembali mengendarai sepeda motor saja tentunya dengan tertib berlalu lintas dan taat rambu-rambu aturan di jalan raya. Tapi tidak menutup kemungkinan saya akan beralih ke transportasi umum kalau nyaman, aman, murah, dan waktu tunggunya tidak lama. Semua kembali ke pilihan masing-masing.
Sekian sharing pengalaman pertama saya naik KRL Commuter Line dari Stasiun Rawabuntu ke Jatinegara dan sebaliknya. Kalau ada trip berikutnya dengan KRL saya tetap mau, apalagi kalau tiketnya dibayari hehehe..
Mungkin masbro dan mbaksis mengalami yang berbeda, bisa sedikit bercerita di kolom komentar. Terima kasih sudah meluangkan waktu membaca tulisan saya. Peace (Bonijaka)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar